Kemenko Maritim Update Peta RI5 Perubahan Wilayah NKRI ●
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengalami pembaruan. Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman menyebut ada perubahan yang cukup signifikan dalam peta NKRI.
"Kita sebelumnya sudah mengadakan pertemuan internal dari kementerian terkait hal ini. Ada beberapa faktor yang menjadi satu gagasan kenapa ini harus diubah. Pertama adanya perjanjian perbatasan Indonesia dengan Singapura yang sudah diratifikasi DPR," ucap Deputi bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Hal itu disampaikan Arif dalam penandatanganan penetapan pembaruan peta NKRI dengan 21 kementerian dan/atau lembaga. Perwakilan yang hadir yaitu Kemenko Polhukam, Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, Pusat Hidrografi & Oseanografi TNI-AL, Polri, Badan Keamanan Laut, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
Arif lalu menjelaskan perjanjian batas maritim Indonesia dan Filipina dan sudah disepakati bersama yang akan diberlakukan tidak lama lagi. Kemudian, dia juga menyebut adanya arbitrase Filipina dengan Tiongkok.
"Ketiga ingin update nama laut khususnya di Laut Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Terakhir kita mengalami update pada tahun 2005 lalu," kata Arif.
Arif menjelaskan dampak langsung yang dirasakan Indonesia adalah untuk navigasi untuk kapal yang melewati jadi mengetahui posisinya. Sedangkan dampak ekonominya adalah kejelasan wilayah eksploitasi sumber daya alam.
"Dampak di bidang ekonomi adalah kejelasan wilayah eksploitasi sumber daya alam. Misalkan tadinya di Filipina yang sebelumnya masih klaim sekarang sudah lurus. Jadi kita jelas TNI, KKP, Bu Susi itu misalnya teman Bakamla ya udah kalau patroli nggak boleh lebih dari batas tersebut," jelas Arif.
"Sedangkan dampak politis kepada kepastian hukum pada daerah yang sudah ada," ucap dia.
Dari hasil penandatangan tersebut, wilayah yang berubah pada peta NKRI adalah:
1. Pertama adalah batas dengan Palau. Di peta yang sebelumnya, batas wilayah masih melengkung dan diberi ruang garis lurus untuk pulau milik Palau. Sekarang menjadi ditarik garis lurus dan ditutup sehingga menekan sampai sekitar 100 mil. Karena batas ZTE (Zona Tangkap Eksklusif) menjadi perairan Indonesia, dua pulau sebelumnya Karang Helen dan Pulau Tobi diberi ruang 12 nautical mile (zona perairan).
2. Perbatasan antara Indonesia dengan Filipina di Laut Sulawesi, jika sebelumnya ditandai dengan garis putus-putus atau masih klaim. Dalam perubahan ini sudah resmi menjadi wilayah Indonesia karena perjanjian ZTE antara Indonesia dengan Filipina sudah menghasilkan kesepakatan bahkan sudah ratifikasi dengan UU nomor 4 tahun 2017.
3. Update atau perubahan penamaan laut, khususnya zona di bagian utara Laut Natuna yang kini diberi nama Laut Natuna Utara. Sebelumnya, Laut Natuna hanya berada di bagian dalam garis laut teritorial dan laut kepulauan saja. Hal ini dilakukan mengingat sebelumnya sudah ada kegiatan migas yang menggunakan nama itu, sehingga nantinya akan ada kesamaan.
4. Selat Malaka, Indonesia juga terjadi beberapa perubahan dari sisi klaim Indonesia. Jika sebelumnya, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) antara Indonesia dengan Malaysia belum rampung ditetapkan. Pada peta terbaru, Indonesia mengklaim ZEE lebih maju menekan ke daerah Malaysia.
5. Perbedaan batas laut teritorial juga terjadi pada perbatasan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia tepatnya di Selat Riau. Pada peta sebelumnya tidak ada zona perairan yaitu South Ledge dan Pedra Branca untuk peta sekarang diberikan zona perairan. Pedra Branca sendiri milik Singapura, sedangkan South Ledge masih negosiasi antara Singapura dan Malaysia. Kedua wilayah itu diberikan alokasi wilayah selebar 500 meter. (lkw/dhn)
China Komentari Penamaan Laut Natuna Utara
Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengumumkan nama Laut Natuna Utara. (Reuters)
Kementerian Luar Negeri China menyebut pemakaian nama baru untuk perairan di utara KepulauanNatuna sebagai hal 'yang tidak kondusif'.
"Negara-negara tertentu yang melakukan penamaan kembali, itu tak ada artinya sama sekali dan tidak kondusif dalam upaya mendorong standardisasi penamaan geografi," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, di Beijing, hari Jumat (14/07).
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman mengumumkan secara resmi nama baru perairan di utara Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, yang diberi nama Laut Natuna Utara.
Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, pemerintah memilih nama Laut Natuna Utara berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut.
"Selama ini sudah ada sejumlah kegiatan migas dengan menggunakan nama Natuna Utara dan Natuna Selatan. Supaya ada satu kejelasan dan kesamaan dengan landas kontinen, tim nasional sepakat menamakan kolom air itu sebagai Laut Natuna Utara," jelas Arif.
Arif menuturkan, proses penamaan yang dikerjakan lintas kementerian dan lembaga itu sesuai dengan standar yang ditetapkan International Hidrographic Organization dan ketentuan Electronic Navigational Chart.
'Tak perlu berunding dengan negara lain'
Pemerintah Indonesia, kata Arif, yakin penamaan itu tidak akan menyulut sengketa baru terkait Laut China Selatan. Ia mengatakan pemerintah pun tidak berkewajiban meminta pertimbangan maupun mempublikasikan penamaan itu kepada negara-negara tetangga.
"Pemerintah (Indonesia) punya kepentingan memperbarui nama karena landas kontinen itu milik Indonesia. Saya tidak tahu Malaysia dan negara lain perlu tahu," ujar Arif.
Namun Kementerian Luar China mengatakan mestinya negara-negara di kawasan 'menjaga suasana kondusif di perairan di Laut China Selatan' yang diakui 'tak selalu mudah untuk dijaga atau dipertahankan'.
Proses penamaan Laut Natuna Utara dimulai sejak pertengahan tahun 2016. Menko Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, kala itu berkata, penamaan itu vital untuk mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut.
"Pemerintah tidak ada sengketa dengan China di perbatasan karena Indonesia menggunakan zona maritim sesuai konvensi hukum laut. Peta Indonesia memiliki koordinat, tanggal, dan data yang jelas," ucapnya.
Arif menyatakan, pemerintah tak akan bernegosiasi dengan negara lain yang mengajukan klaim tanpa dasar konvensi hukum laut, termasuk China yang berkeras dengan peta sembilan garis putus mereka.
Pada Mei 2015, Kementerian Luar Negeri China memprotes penangkapan terhadap delapan nelayan mereka yang masuk perairan Natuna. China 'mengecam tindakan penembakan terhadap kapal nelayan China oleh TNI Angkatan Laut' di perairan Kepulauan Natuna yang notabene 'merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan China'.
Indonesia menyatakan penangkapan dilakukan karena delapan nelayan tersebut melanggar zona ekonomi eksklusif dan diduga kuat melakukan pencurian ikan. (ita/ita)
China Protes soal Peta Baru Indonesia
Pemerintah China keberatan atas pengubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara oleh Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut perubahan nama itu hanya pada wilayah Indonesia.
"Saya kira tidak sampai ke situ. Yang disebut hanya sekitar Natuna saja. Biasa kadang-kadang ada nama lokal," ujar Wapres JK disela-sela kunjungannya di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (15/7/2017).
"Ya tapi itu kan nama-nama itu belum terdaftar secara internasional. Jadi hanya penyebutan lokal saja," ucapnya.
JK mengatakan akan mempelajari jenis keberatan China terhadap Indonesia terkait dengan perubahan nama tersebut. "Saya belum tahu apa macam keberatannya," kata JK.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri China menyebut pemakaian nama baru untuk perairan di utara Kepulauan Natuna sebagai hal 'yang tidak kondusif'.
"Negara-negara tertentu yang melakukan penamaan kembali, itu tak ada artinya sama sekali dan tidak kondusif dalam upaya mendorong standardisasi penamaan geografi," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, di Beijing, Jumat (14/7).
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman mengumumkan secara resmi nama baru perairan di utara Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, yang diberi nama Laut Natuna Utara.
Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan pemerintah memilih nama Laut Natuna Utara berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut. (fiq/idh)
Alasan Kemenko Maritim Perbarui Peta NKRI
[Hary Lukita Wardani/detikcom]
Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman memperbarui peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada 4 alasan yang menjadi latar belakang perlunya memperbarui peta.
"Kita sebelumnya sudah mengadakan pertemuan internal dari kementerian terkait. Ada beberapa faktor yang menjadi satu gagasan kenapa ini harus diubah," ujar Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Pertama, adanya perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku antara Indonesia dan Singapura pada sisi barat dan timur. Selain itu, ada perjanjian batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia-Filipina yang telah disepakati dan diratifikasi.
"Untuk Indonesia-Filipina terkait perjanjian ZEE sudah disepakati dan diratifikasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi akan berlaku," kata Arif.
Arif menjelaskan alasan kedua berkaitan dengan adanya keputusan arbitrase Filipina-China. Keputusan tersebut memberikan yurisprudensi hukum internasional.
"Diberikan yurisprudensi hukum internasional bahwa pulau yang kecil atau karang yang kecil yang ada di tengah laut yang tidak bisa menyokong kehidupan manusia tidak memiliki hak ZEE 200 mil laut dan landas kontinen. Oleh karena itu, ada beberapa pulau kecil milik negara tetangga kita yang hanya diberikan batas 12 mil laut," tuturnya.
Alasan ketiga, ada dampak pada perubahan nama Laut Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Hal ini dilandaskan kontinen di kawasan tersebut sejak 1970-an.
"Berikutnya, kita updating kolom laut di utara Natuna. Ini melihat kontinen di kawasan tersebut sejak tahun 1970-an menggunakan nama Blok Natuna Utara, Blok Natuna Selatan, Blok Natuna Timur, Blok Natuna Tenggara yang menggunakan referensi arah mata angin," ucap Arif.
"Jadi biar ada satu kejelasan, kesamaan antara kolom air di atasnya dengan landas kontinennya juga menyesuaikan blok-blok migas yang sudah ada dan sudah disepakati oleh tim nasional," tutur dia.
Arif mengatakan alasan keempat adalah ingin mempertegas klaim di Selat Malaka dengan melakukan simplifikasi klaim garis batas. Selain itu, di kawasan dekat perbatasan Singapura sudah ada garis batas yang jelas.
"Hal ini untuk mempermudah penegakan hukum. Dengan posisi tersebut, maka peta perlu di-update sehingga aparat keamanan dan penegak hukum dari TNI AL, Bea-Cukai, KPLP, akan mudah melakukan patroli di sana karena sudah jelas," ucap Arif.
Kemenko Kemaritiman sudah melakukan pertemuan internal dengan lembaga terkait sebanyak enam kali. Pertemuan ini dilakukan sejak 2016. (lkw/dhn)
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengalami pembaruan. Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman menyebut ada perubahan yang cukup signifikan dalam peta NKRI.
"Kita sebelumnya sudah mengadakan pertemuan internal dari kementerian terkait hal ini. Ada beberapa faktor yang menjadi satu gagasan kenapa ini harus diubah. Pertama adanya perjanjian perbatasan Indonesia dengan Singapura yang sudah diratifikasi DPR," ucap Deputi bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Hal itu disampaikan Arif dalam penandatanganan penetapan pembaruan peta NKRI dengan 21 kementerian dan/atau lembaga. Perwakilan yang hadir yaitu Kemenko Polhukam, Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, Pusat Hidrografi & Oseanografi TNI-AL, Polri, Badan Keamanan Laut, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
Arif lalu menjelaskan perjanjian batas maritim Indonesia dan Filipina dan sudah disepakati bersama yang akan diberlakukan tidak lama lagi. Kemudian, dia juga menyebut adanya arbitrase Filipina dengan Tiongkok.
"Ketiga ingin update nama laut khususnya di Laut Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Terakhir kita mengalami update pada tahun 2005 lalu," kata Arif.
Arif menjelaskan dampak langsung yang dirasakan Indonesia adalah untuk navigasi untuk kapal yang melewati jadi mengetahui posisinya. Sedangkan dampak ekonominya adalah kejelasan wilayah eksploitasi sumber daya alam.
"Dampak di bidang ekonomi adalah kejelasan wilayah eksploitasi sumber daya alam. Misalkan tadinya di Filipina yang sebelumnya masih klaim sekarang sudah lurus. Jadi kita jelas TNI, KKP, Bu Susi itu misalnya teman Bakamla ya udah kalau patroli nggak boleh lebih dari batas tersebut," jelas Arif.
"Sedangkan dampak politis kepada kepastian hukum pada daerah yang sudah ada," ucap dia.
Dari hasil penandatangan tersebut, wilayah yang berubah pada peta NKRI adalah:
1. Pertama adalah batas dengan Palau. Di peta yang sebelumnya, batas wilayah masih melengkung dan diberi ruang garis lurus untuk pulau milik Palau. Sekarang menjadi ditarik garis lurus dan ditutup sehingga menekan sampai sekitar 100 mil. Karena batas ZTE (Zona Tangkap Eksklusif) menjadi perairan Indonesia, dua pulau sebelumnya Karang Helen dan Pulau Tobi diberi ruang 12 nautical mile (zona perairan).
2. Perbatasan antara Indonesia dengan Filipina di Laut Sulawesi, jika sebelumnya ditandai dengan garis putus-putus atau masih klaim. Dalam perubahan ini sudah resmi menjadi wilayah Indonesia karena perjanjian ZTE antara Indonesia dengan Filipina sudah menghasilkan kesepakatan bahkan sudah ratifikasi dengan UU nomor 4 tahun 2017.
3. Update atau perubahan penamaan laut, khususnya zona di bagian utara Laut Natuna yang kini diberi nama Laut Natuna Utara. Sebelumnya, Laut Natuna hanya berada di bagian dalam garis laut teritorial dan laut kepulauan saja. Hal ini dilakukan mengingat sebelumnya sudah ada kegiatan migas yang menggunakan nama itu, sehingga nantinya akan ada kesamaan.
4. Selat Malaka, Indonesia juga terjadi beberapa perubahan dari sisi klaim Indonesia. Jika sebelumnya, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) antara Indonesia dengan Malaysia belum rampung ditetapkan. Pada peta terbaru, Indonesia mengklaim ZEE lebih maju menekan ke daerah Malaysia.
5. Perbedaan batas laut teritorial juga terjadi pada perbatasan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia tepatnya di Selat Riau. Pada peta sebelumnya tidak ada zona perairan yaitu South Ledge dan Pedra Branca untuk peta sekarang diberikan zona perairan. Pedra Branca sendiri milik Singapura, sedangkan South Ledge masih negosiasi antara Singapura dan Malaysia. Kedua wilayah itu diberikan alokasi wilayah selebar 500 meter. (lkw/dhn)
China Komentari Penamaan Laut Natuna Utara
Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengumumkan nama Laut Natuna Utara. (Reuters)
Kementerian Luar Negeri China menyebut pemakaian nama baru untuk perairan di utara KepulauanNatuna sebagai hal 'yang tidak kondusif'.
"Negara-negara tertentu yang melakukan penamaan kembali, itu tak ada artinya sama sekali dan tidak kondusif dalam upaya mendorong standardisasi penamaan geografi," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, di Beijing, hari Jumat (14/07).
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman mengumumkan secara resmi nama baru perairan di utara Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, yang diberi nama Laut Natuna Utara.
Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, pemerintah memilih nama Laut Natuna Utara berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut.
"Selama ini sudah ada sejumlah kegiatan migas dengan menggunakan nama Natuna Utara dan Natuna Selatan. Supaya ada satu kejelasan dan kesamaan dengan landas kontinen, tim nasional sepakat menamakan kolom air itu sebagai Laut Natuna Utara," jelas Arif.
Arif menuturkan, proses penamaan yang dikerjakan lintas kementerian dan lembaga itu sesuai dengan standar yang ditetapkan International Hidrographic Organization dan ketentuan Electronic Navigational Chart.
'Tak perlu berunding dengan negara lain'
Pemerintah Indonesia, kata Arif, yakin penamaan itu tidak akan menyulut sengketa baru terkait Laut China Selatan. Ia mengatakan pemerintah pun tidak berkewajiban meminta pertimbangan maupun mempublikasikan penamaan itu kepada negara-negara tetangga.
"Pemerintah (Indonesia) punya kepentingan memperbarui nama karena landas kontinen itu milik Indonesia. Saya tidak tahu Malaysia dan negara lain perlu tahu," ujar Arif.
Namun Kementerian Luar China mengatakan mestinya negara-negara di kawasan 'menjaga suasana kondusif di perairan di Laut China Selatan' yang diakui 'tak selalu mudah untuk dijaga atau dipertahankan'.
Proses penamaan Laut Natuna Utara dimulai sejak pertengahan tahun 2016. Menko Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, kala itu berkata, penamaan itu vital untuk mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut.
"Pemerintah tidak ada sengketa dengan China di perbatasan karena Indonesia menggunakan zona maritim sesuai konvensi hukum laut. Peta Indonesia memiliki koordinat, tanggal, dan data yang jelas," ucapnya.
Arif menyatakan, pemerintah tak akan bernegosiasi dengan negara lain yang mengajukan klaim tanpa dasar konvensi hukum laut, termasuk China yang berkeras dengan peta sembilan garis putus mereka.
Pada Mei 2015, Kementerian Luar Negeri China memprotes penangkapan terhadap delapan nelayan mereka yang masuk perairan Natuna. China 'mengecam tindakan penembakan terhadap kapal nelayan China oleh TNI Angkatan Laut' di perairan Kepulauan Natuna yang notabene 'merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan China'.
Indonesia menyatakan penangkapan dilakukan karena delapan nelayan tersebut melanggar zona ekonomi eksklusif dan diduga kuat melakukan pencurian ikan. (ita/ita)
China Protes soal Peta Baru Indonesia
Pemerintah China keberatan atas pengubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara oleh Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut perubahan nama itu hanya pada wilayah Indonesia.
"Saya kira tidak sampai ke situ. Yang disebut hanya sekitar Natuna saja. Biasa kadang-kadang ada nama lokal," ujar Wapres JK disela-sela kunjungannya di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (15/7/2017).
"Ya tapi itu kan nama-nama itu belum terdaftar secara internasional. Jadi hanya penyebutan lokal saja," ucapnya.
JK mengatakan akan mempelajari jenis keberatan China terhadap Indonesia terkait dengan perubahan nama tersebut. "Saya belum tahu apa macam keberatannya," kata JK.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri China menyebut pemakaian nama baru untuk perairan di utara Kepulauan Natuna sebagai hal 'yang tidak kondusif'.
"Negara-negara tertentu yang melakukan penamaan kembali, itu tak ada artinya sama sekali dan tidak kondusif dalam upaya mendorong standardisasi penamaan geografi," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, di Beijing, Jumat (14/7).
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman mengumumkan secara resmi nama baru perairan di utara Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, yang diberi nama Laut Natuna Utara.
Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan pemerintah memilih nama Laut Natuna Utara berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut. (fiq/idh)
Alasan Kemenko Maritim Perbarui Peta NKRI
[Hary Lukita Wardani/detikcom]
Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman memperbarui peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada 4 alasan yang menjadi latar belakang perlunya memperbarui peta.
"Kita sebelumnya sudah mengadakan pertemuan internal dari kementerian terkait. Ada beberapa faktor yang menjadi satu gagasan kenapa ini harus diubah," ujar Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Pertama, adanya perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku antara Indonesia dan Singapura pada sisi barat dan timur. Selain itu, ada perjanjian batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia-Filipina yang telah disepakati dan diratifikasi.
"Untuk Indonesia-Filipina terkait perjanjian ZEE sudah disepakati dan diratifikasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi akan berlaku," kata Arif.
Arif menjelaskan alasan kedua berkaitan dengan adanya keputusan arbitrase Filipina-China. Keputusan tersebut memberikan yurisprudensi hukum internasional.
"Diberikan yurisprudensi hukum internasional bahwa pulau yang kecil atau karang yang kecil yang ada di tengah laut yang tidak bisa menyokong kehidupan manusia tidak memiliki hak ZEE 200 mil laut dan landas kontinen. Oleh karena itu, ada beberapa pulau kecil milik negara tetangga kita yang hanya diberikan batas 12 mil laut," tuturnya.
Alasan ketiga, ada dampak pada perubahan nama Laut Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Hal ini dilandaskan kontinen di kawasan tersebut sejak 1970-an.
"Berikutnya, kita updating kolom laut di utara Natuna. Ini melihat kontinen di kawasan tersebut sejak tahun 1970-an menggunakan nama Blok Natuna Utara, Blok Natuna Selatan, Blok Natuna Timur, Blok Natuna Tenggara yang menggunakan referensi arah mata angin," ucap Arif.
"Jadi biar ada satu kejelasan, kesamaan antara kolom air di atasnya dengan landas kontinennya juga menyesuaikan blok-blok migas yang sudah ada dan sudah disepakati oleh tim nasional," tutur dia.
Arif mengatakan alasan keempat adalah ingin mempertegas klaim di Selat Malaka dengan melakukan simplifikasi klaim garis batas. Selain itu, di kawasan dekat perbatasan Singapura sudah ada garis batas yang jelas.
"Hal ini untuk mempermudah penegakan hukum. Dengan posisi tersebut, maka peta perlu di-update sehingga aparat keamanan dan penegak hukum dari TNI AL, Bea-Cukai, KPLP, akan mudah melakukan patroli di sana karena sudah jelas," ucap Arif.
Kemenko Kemaritiman sudah melakukan pertemuan internal dengan lembaga terkait sebanyak enam kali. Pertemuan ini dilakukan sejak 2016. (lkw/dhn)
★ detik