Usai Kasus Bully, Sekolah Asal Pelaku Ketiban 'Abu'



SBOBET Indonesia - Matahari semakin terik, tapi nampaknya hal itu tak menyurutkan niat murid-murid SMPN 273 mengikuti mata pelajaran olah raga. Guru Bimbingan Konseling (BK), Sri Suwaryanti berjalan santai menapaki tangga. Sesekali murid menghampirinya, sekadar menyapa dan mencium tangannya.

Memasuki kelas 9A, ia menyapa siswa dengan bersemangat. Mendengar jawaban yang lumayan loyo dari mereka, ia tak ragu mengulang salam.

"Semangat pagi anak-anak," sapanya.

Akhirnya semua riuh menjawab. Mereka nampak bersemangat saat Titik, sapaan akrab Sri Suwaryanti mengajak mereka bertepuk dan bermain konsentrasi. Sorot mata penuh antusias. Tak ada yang sibuk sendiri apalagi melamun di kelas. Semua turut terlibat.

Bel berbunyi, saatnya Titik meninggalkan kelas. Salam diucapkan dan ia kembali menapaki tangga menuju lantai berikutnya. Kelas 7F. Memasuki ruang kelas, rupanya mereka sedang belajar Bahasa Indonesia. Seperti kelas sebelumnya, ia menyapa dan mengajak siswa bermain konsentrasi.

"Mana hidung?" kata Titik sembari memegang kedua daun telinganya.


Pemandangan unik terjadi. Berbeda dengan kelas sebelumnya, sebagian besar anak memegang telinga, bukannya hidung seperti yang diminta. Perbedaan ini juga dirasakan saat mereka dipancing untuk bertanya.

Sorot mata mereka sungguh berbeda, nampak tak fokus. Masih mengenakan seragam SD, ada yang masih nampak malu-malu, ada pula yang nampak berani dengan sorot mata tajam layaknya anak SMA. Ada yang sibuk sendiri, ada pula yang seakan tak acuh.

"Tahu kan bedanya. Coba, hanya permainan konsentrasi, lihat, dengar lakukan, itu saja. Kalau kelas yang pertama memang kelas unggulan, anak-anak dengan nilai baik di situ. Di sini masing-masing ada 7 kelas, nah yang A ini unggulan, lalu yang lainnya acak," jelas

Jam mengajar telah usai. Kami pun berbincang di ruang guru. Masih jelas di ingatan Titik bagaimana kasus bully yang melibatkan salah satu siswanya. Ia tak bisa tidur. Tiap hari ada saja yang menghubunginya. Bahkan para alumnus pun tak tinggal diam. Dinas Pendidikan turut memantau.

Sekolah mau tak mau jadi sorotan media. Musyawarah antara sekolah, orang tua, anak serta pihak dinas dilakukan di SMPN 273. Alasannya sederhana, ketersediaan sarana. Sekolah dirasa mampu menampung semua pihak yang akan bertemu.

"Kemarin juga, Pak Menteri datang, tapi kata-kata beliau bagus. Kita itu ketiban abu," kata Titik menirukan.

Siswa yang turut terlibat bully merupakan siswa kelas 7. Kejadian di Thamrin City terjadi pada Jumat (14/7), padahal pada Senin hingga Rabu, siswa baru saja menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Belum ada yang benar-benar mengenal anak tersebut. Guru BK dan guru-guru lain sedang dalam proses membuat peta kelas dan peta anak. Padahal dari peta inilah para pendidik bisa memberikan catatan mengenai siswa. Tak tahu apinya dari mana, tapi sekolah terkena 'abunya'.

Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Juhilah yang duduk di samping Titik menuturkan, MPLS jadi ajang siswa dikenalkan lingkungan sekolah, tata tertib, pengenalan guru-guru dan juga gambaran apa yang akan mereka pelajari selama di sekolah. Sekolah, lanjutnya, tak henti-hentinya memberikan siswanya nasehat dan arahan. Namun, anak bukan sepenuhnya milik sekolah.

Senada dengan Juhilah, nasehat memang tak pernah lepas dari aktivitas di sekolah. Titik menjelaskan mulai Senin hingga Jumat, selalu ada kegiatan sebelum memulai kegiatan belajar mengajar. Mulai dari upacara bendera, tadarus, literasi bahasa baik Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia, dzikir, salat duha, dan kultum selalu diwarnai dengan nasehat.

Menurut Titik, anak tumbuh di lingkungan yang kurang layak. Tanah Abang termasuk wilayah yang ekonominya menengah ke bawah. Saat kunjungan atau home visit, ia melihat sendiri bagaimana siswanya harus tinggal di rumah sepetak, hanya kecil dan segala sesuatu dilakukan di lokasi yang sama. Lingkungan tambah tidak layak karena rumah berdekatan dengan toko-toko. Orang tua siswa pun pendidikannya banyak yang hanya sampai SMP.

"Kita kayak mendidik anaknya anak-anak. Ada yang lulus SMP punya anak. Orang tua (siswa) itu lulusan sini juga, ya kayak mendidik cucu," tawanya.

Kasus bully diakui Titik baru kali pertama dialami siswa di sekolahnya. Segala kebijakan yang diambil pasca kejadian memang diambil mengikuti kebijakan dari Dinas Pendidikan, termasuk mengeluarkan siswa dan pencabutan KJP.

Namun ia berkata, orang tua menyadari bahwa mereka tidak bisa membiarkan anak kembali ke sekolah yang sama. Anak memang bisa diterima guru-gurunya, tapi tak tahu dengan teman-temannya. Mereka takut anak akan dikucilkan dari pergaulan karena bully.

Kini, anak-anak itu sudah dibawa ke PSMP Handayani di Bambu Apus. Titik yakin rehabilitasi selama tiga bulan akan menyadarkan anak sekaligus orang tua.

"Mudah-mudahan anak-anak bisa berubah, lalu dia akan berucap 'jangan kayak aku'. Ini akan jadi iklan mujarab, apalagi anak itu orientasinya ke teman. Mereka ya kalau disuruh menulis hal-hal yang kurang disukai dari temannya, mikirnya lama sekali. Tapi kalau nulis soal orang itu itu cepat, suka nyuruh melulu misalnya. Padahal wajar kalau orang tua menyuruh anaknya," kata Titik.





AFILIASI :
#Bolahero , #MajalahMandiri , #MentariMovie ( Nonton Online Subtitle Indonesia )

Subscribe to receive free email updates: