Utang Pemerintah Terus Tumbuh, Penerimaan Negara Justru Merosot



SBOBET Indonesia - Pertumbuhan utang dan penerimaan negara dinilai tidak seimbang. Hal ini karena, pertumbuhan utang selama empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan sementara penerimaan terus melambat.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, penurunan penerimaan akan mempengaruhi kemampuan membayar.

"Pertumbuhan utang sudah di atas 10%, sementara penerimaan terus menurun. Ini tidak seimbang dengan demikian, peluang membayar utang melalui penarikan utang kembali menjadi sangat besar," kata Arif di Kantor KEIN, Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Dari data Kementerian Keuangan RI, pada 2012 pertumbuhan penerimaan negara tercatat 15% dan utang 9%. Tahun berikutnya mulai terbalik, pada 2013 utang sudah tumbuh 20% dan total penerimaan negara baik dari pajak maupun non pajak hanya 11%."Sedangkan pada 2016, utang tumbuh 11% dan penerimaan hanya 3%," ujar dia.

Dia mengatakan, pertumbuhan yang tidak seimbang ini berpotensi mengganggu kemampuan membayar negara. Risiko utang ini perlu menjadi perhatian.

Dalam kurang lebih 2,5 tahun pemerintahan Jokowi, jumlah utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 1.062 triliun. Rinciannya yaitu pada 2015 bertambah Rp 556,3 triliun dan 2016 bertambah Rp 320,3 triliun.

Utang pemerintah per Mei 2017 tercatat Rp 3.673 triliun dengan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 28%. Jumlah ini masih aman karena masih sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara yang membatasi utang maksimal 60% dari PDB.

Tambahan utang pada 2015 memang sangat besar. Penyebabnya adalah target pajak yang dipasang terlalu tinggi dibandingkan 2014, sementara satu sisi ekonomi melambat. Belanja yang sudah dikucurkan sangat besar harus ditutup dengan penerbitan utang.

Pada periode 2016, hal yang sama hampir saja terulang. Untung saja pada pertengahan tahun, pemerintah memangkas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Sehingga utang tidak bertambah terlalu banyak.

Kondisi tersebut, menurut Arif bisa timbulkan risiko beban fiskal tambahan bagi pemerintah pusat. Dalam hitungan KEIN pada 2016 proporsi pembayaran bunga utang terhadap total belanja pemerintah mencapai 9,8%.

"Kemudian ditambah lagi dengan beban transfer ke daerah, bebannya akan semakin besar," imbuhnya.

Dia menyebutkan, mengacu data Kementerian Keuangan, realisasi transfer ke daerah pada 2016 mencapai Rp 663,6 triliun. Dana tersebut sudah termasuk dana perimbangan dan insentif daerah, serta dana otonomi khusus dan keistimewaan.

Sedangkan total belanja negara mencapai Rp 1.864,3 triliun. Dengan demikian 35,7% total belanja negara adalah dana yang ditransfer ke daerah. "Hampir 50% belanja negara sudah harus dialokasikan untuk transfer ke daerah dan bayar bunga utang. Ini membuat celah fiskal menjadi sangat sempit," ujar dia.






AFILIASI :
#Bolahero , #MajalahMandiri , #MentariMovie ( Nonton Online Subtitle Indonesia )

Subscribe to receive free email updates: