Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepadadetikcom, Rabu (9/5/2018), menilai polisi terlalu lambat dalam bereaksi.
"Peristiwa ini berawal dari jam 16.00 WIB, Selasa (8/5) kemarin. Baru puncaknya pada 19.30 WIB. Sayangnya polisi tidak cepat tanggap dalam bekerja, padahal banyak personel Brimob di sana," kata Neta.
"Akhir-akhir ini polisi tidak profesional, tidak tanggap, dan tidak peka," ujar Neta.
Ketidakpekaan polisi, dinilai Neta, dipengaruhi kebiasaan buruk dalam menangani tahanan di Mako Brimob. Kebiasaan buruk oknum aparat yang dia maksud adalah menerima uang sogokan dari narapidana supaya narapidana bisa memegang ponsel.
"Akibat persoalan uang dan bayar-membayar oleh oknum ini, kepekaan mereka jadi rendah dan toleransi jadi kelewat tinggi. Padahal mereka berhadapan dengan tahanan teroris," ujarnya.
Mentalitas para aparat perlu diperbaiki supaya kebal dari sogokan. "Napi-napi di sana sering ngasih duit. Buktinya ponsel masuk. Kalau nggak ngasih duit, nggak mungkin ponsel masuk," kata dia.
Kerusuhan di Mako Brimob ini mencapai puncak pada Selasa (8/5) pukul 19.30 WIB kemarin. Lima polisi dan satu tahanan kasus terorisme tewas akibat kerusuhan ini. Terjadi pula penyanderaan di tahanan Mako Brimob itu. Yang disandera adalah anggota Densus 88 Brigadir Kepala Iwan Sarjana. [detikcom]