Menurut Charles, kemenangan oposisi Malaysia yang dipimpin Mahathir Mohamad adalah dampak evaluasi kinerja pemerintahan PM Najib Razak yang dinilai kurang memuaskan oleh mayoritas masyakarat negeri jiran. Apalagi, PM yang memerintah sejak 2009 tersebut diduga terlibat skandal korupsi 1MDB yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Menurut Charles, insentif elektoral cenderung didapat kelompok oposisi manakala (koalisi) partai penguasa tidak becus menjalankan pemerintahan.
“Rumus politik rasional selalu begitu. Semakin baik kinerja pemerintah, oposisi semakin tidak laku. Sebaliknya, semakin pemerintah tidak becus dan korup, oposisi semakin mendapat angin surga untuk menumbangkannya,” kata Charles dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Jumat (11/5).
Rumus tersebut, kata Charles, juga bisa dibawa ke Indonesia. Namun, lanjut dia, dengan melihat kepuasaan rakyat yang makin tinggi terhadap kinerja Presiden Jokowi, seperti ditunjukkan sejumlah hasil survei, kejadian di Malaysia sulit terjadi di Indonesia.
“Hasil survei salah satu lembaga menunjukkan 72,2 persen rakyat puas dengan kinerja pemerintahan ini,” kata Charles.
Oleh karena itu, kata Charles, pernyataan sejumlah politikus oposisi dalam negeri, bahwa peristiwa politik di Malaysia akan merembet ke Indonesia, jelas sulit terjadi selama kinerja pemerintahan Jokowi berjalan baik.
“Politik itu tidak bekerja di ruang hampa. Masa apa yang terjadi di negara tetangga disebut bisa merembet begitu saja, tanpa melihat faktor-faktor yang terjadi di belakangnya, seperti kinerja pemerintahan, efektivitas oposisi, dan sebagainya,” kata Charles.
Justru, kata Charles, oposisi terancam tidak laku manakala kinerja pemerintahan Jokowi-JK makin memuaskan rakyat. “Apalagi jika kritik-kritik yang dilancarkan oposisi tidak substantif dan tidak rasional,” ujarnya.
Charles menambahkan, PDI Perjuangan bisa memenangkan Pemilu 2014 yang lalu juga karena mendapat kepercayaan rakyat setelah pemerintahan sebelumnya berjalan tidak sesuai harapan. Apalagi, ujar dia, sejumlah petinggi partai penguasa sebelumnya banyak yang terjerat korupsi.[rol]