BOIKOT SATU CARA MENGAKHIRI IMPUNITAS ISRAEL

Jiromedia.com -ANDA mungkin masih mengingat The Gaza Freedom Flotilla, aksi armada delapan kapal yang membawa ratusan aktivis pro-Palestina untuk menembus blokade ilegal Israel atas Jalur Gaza pada akhir Mei 2010. Aksi nir-kekerasan itu diberangus pasukan komando Israel di perairan internasional dengan brutal, mengakibatkan sembilan aktivis tewas dibunuh.
Itu sebenarnya bukan aksi pertama The Gaza Freedom Flotilla. Sebelumnya, sejak Agustus hingga Desember 2008, lima gelombang armada sukses menembus Gaza.
Salah satu inisiator serangkaian aksi tersebut adalah seorang perempuan Palestina kelahiran Detroit, Amerika Serikat: Huwaida Arraf. Perempuan 42 tahun ini lahir dari keluarga yang berasal dari Mi’ilya di Galilee, sebuah desa yang dirampas Israel dan kini menjadi bagian dari negara itu.
Dia menamatkan studi sarjananya di bidang ilmu politik pada University of Michigan, Amerika, dan meraih gelar doktor di bidang ilmu hukum pada American University Washington College of Law. Studinya berfokus pada Hak-Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional dengan spesialisasi kejahatan perang.
Sudah lebih dari dua dekade, Huwaida aktif dalam gerakan akar rumput untuk memperjuangkan hak-hak Palestina. Pada 2001, dia menjadi salah satu pendiri International Solidarity Movement, salah satu organisasi berbasis di Palestina yang memelopori gerakan “aksi langsung nir-kekerasan”.
Para aktivis ISM dilatih untuk menempatkan diri mereka dalam situasi-situasi berhadapan langsung dengan tentara pendudukan Israel, seperti berupaya mencegah penghacuran rumah dan pertanian warga Palestina. ISM dan Huwaida percaya bahwa Konvensi Jenewa memberi hak kepada bangsa Palestina untuk melawan kebijakan rezim pendudukan Israel.
Sebagai pengacara internasional, Huwaida ikut mendirikan program pendidikan hukum yang berbasis di Universitas Al-Quds. Dia juga salah satu pengacara yang pertama kali berhasil memasuki Gaza setelah agresi Israel pada 2008 atau yang dikenal dengan “Operation Cast Lead“. Bersama pengacara lainnya, Huwaida menuliskan hasil temuan mereka di Gaza dalam sebuah laporan bertajuk “Onslaught: Israel’s Attack on Gaza and the Rule of Law.”
Dalam percakapan beberapa kali melalui surat elektronik, yang diselingi kegiatan dia mengasuh anak dan pergi ke kantor, dari Detroit, Huwaida menjelaskan gerakan Boycott, Divestment, and Sanction atau BDS dan keberhasilan gerakan itu sejauh ini. Huwaida, yang pernah mengunjungi Indonesia sekitar 2009, juga mengomentari kontroversi keikutsertaan Katib Aam Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, dalam American Jewish Committee (AJC) Global Forum 2018 di Yerusalem.
Di tengah skeptisisme sebagain kalangan akan efektivitas gerakan BDS, Huwaida justru mengatakan gerakan yang dideklarasikan pada 9 Juli 2005 ini setidaknya telah menunjukkan lebih dari 200 keberhasilan. Huwaida juga menilai kehadiran Yahya Cholil di Yerusalem telah meremehkan apa yang selama ini dilakukan Palestina.
“Apakah Tuan Cholil ingin mengatakan, dia lebih tahu daripada orang Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan kami,” katanya. “Kami sudah berdekade-dekade berbicara (perdamaian) dengan Israel tapi tak mendapatkan balasan apa pun.”
Berikut petikan wawancara tersebut.
Gerakan Boycott, Divestment, Sanction (BDS) menuntut figur publik untuk menolak menghadiri kegiatan budaya, akademik, dan olahraga di Israel. Apa tujuan dari tuntutan ini?
Saya rasa tidak cukup akurat untuk mengatakan bahwa kami “menuntut”, tetapi gerakan BDS “menyerukan” kepada orang-orang yang berhati nurani di seluruh dunia untuk mendukung kami dan bergabung dalam perjuangan kami untuk mengakhiri pendudukan dan kolonisasi Israel yang terus berlangsung atas tanah kami dan pelanggaran hak asasi manusia kami. Kami menyerukan kepada tokoh masyarakat untuk tidak menghadiri acara budaya, akademik, dan olahraga di Israel sebagai bagian dari upaya kami untuk membuat Israel membayar atas kebijakan dan praktik ilegalnya yang terus berlanjut, yang komunitas global menyatakan menentang itu, seperti penjajahan, pembersihan etnis, rasisme, apartheid, penolakan hak-hak fundamental, dan lain-lain, tetapi tidak melakukan apa pun untuk membuat Israel bertanggung jawab.
Alih-alih membantu (kami) mengakhiri kebijakan dan praktik tersebut, para pemimpin politik malah membiarkan semua itu terjadi dengan terus melibatkan diri dengan Israel. Amerika Serikat, tentu saja, adalah pihak terbesar yang membiarkan semua itu terjadi dengan memberi Israel 3,8 miliar dolar bantuan militer setiap tahunnya dan berulang kali menjalankan veto di Dewan Keamanan PBB demi mencegah segala bentuk tindakan yang berarti melawan kebijakan Israel.
Untuk alasan itulah, gerakan warga global sangat vital. Jika “pemimpin” global tidak mengambil tindakan untuk menegakkan hal-hal ideal yang mereka perjuangkan, maka kami berharap masyarakat sipil global dapat dan akan melakukannya. Kami melihat kampanye serupa berhasil melawan apartheid Afrika Selatan dan kami percaya bahwa itu dapat berhasil melawan kolonial dan apartheid Israel.
Apa manfaat gerakan BDS bagi perjuangan Palestina menuntut keadilan? Dan bagaimana perkembangannya sejauh ini?
Gerakan BDS adalah cara bagi orang-orang di seluruh dunia, yang melihat ketidakadilan dari apa yang Israel lakukan terhadap kami, dan telah dilakukan terhadap rakyat Palestina selama lebih daripada tujuh dekade tanpa reaksi, untuk bergabung dalam upaya mengakhiri impunitas Israel. Strateginya adalah mengisolasi Israel sampai ia memenuhi tuntutan kami.
Tuntutan atau tujuan dari gerakan BDS didasarkan pada hukum internasional dan hak-hak dasar, yaitu: (1) mengakhiri pendudukan Israel atas semua tanah Arab (Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan di Suriah) dan membongkar semua tembok apartheidnya; (2) menjamin persamaan hak bagi warga Palestina di Israel, yang saat ini menjadi sasaran sistem ketidaksetaraan rasial, yang termasuk di antaranya penggusuran paksa dari tanah mereka; dan (3) menghormati, melindungi, dan mendorong pelaksanaan hak-hak pengungsi Palestina untuk kembali ke rumah dan properti dari mana mereka diusir, sebagaimana telah diatur oleh Resolusi PBB 194.
Berkat kerja keras banyak orang dan organisasi di seluruh dunia, gerakan BDS telah membuat langkah kemajuan luar biasa. Kita bisa menyaksikan berbagai organisasi, serikat pekerja, gereja, dewan mahasiswa, dan bahkan kota-kota mengeluarkan resolusi untuk memboikot dan melakukan divestasi dari Israel. Bank-bank dan perusahaan-perusahaan internasional besar telah mengumumkan diakhirinya hubungan bisnis mereka dengan Israel. Ratusan, jika tidak ribuan, artis telah menandatangani pernyataan yang mendukung BDS dan daftar artis yang membatalkan pertunjukan mereka atau menolak tampil di Israel semakin bertambah.
Butuh waktu lebih dari dua dekade bagi gerakan divestasi melawan apartheid Afrika Selatan untuk mulai memiliki dampak. Dalam kasus BDS melawan apartheid Israel, dalam 13 tahun sejak masyarakat sipil Palestina mengeluarkan seruannya kepada dunia, kami telah menyaksikan lebih dari 200 kemenangan dan daftar kemenangan itu akan terus bertambah.
Meskipun sulit untuk mengukur dampak ekonominya terhadap Israel, dan beberapa mungkin berpendapat dampak ekonomi itu sedikit atau tidak ada (meskipun perusahaan besar seperti Veolia, G4S, dan Orange telah menarik diri dari Israel), kami percaya dampak sosial dan stigma pada akhirnya akan berpengaruh lebih besar terhadap Israel dan orang-orang Israel.
Sebagian orang, termasuk intelektual Indonesia yang baru-baru ini menghadiri dan berbicara di AJC Global Forum, Yahya Cholil Staquf, berdalih bahwa kedatangan mereka adalah untuk mempromosikan perdamaian dengan Israel. Bagaimana Anda memandang argumen seperti ini?
Dengan segala hormat kepada Tuan Yahya Cholil, argumen seperti itu meremehkan lembaga-lembaga Palestina dan harus ditolak mentah-mentah. Apakah Tuan Cholil mengatakan bahwa dia lebih tahu daripada orang Palestina tentang bagaimana memperjuangkan kemerdekaan kami?
Kami telah mencoba berbicara dengan Israel selama berdekade-dekade. Kami bahkan telah bersedia untuk menerima Israel di 78 persen dari tanah air kami — wilayah yang juga mencakup desa saya — tapi Israel tidak berhenti memperluas permukiman ilegal, mencuri sumber daya kami, memenjarakan orang-orang kami, menghancurkan rumah kami, dan membunuh serta melukai anak-anak kami. Adalah setelah 12 tahun kegagalan “proses perdamaian” — yang di dalamnya Israel berulang kali melanggar ketentuan kesepakatan Oslo tanpa konsekuensi — masyarakat sipil Palestina (170 organisasi masyarakat, serikat pekerja, dan partai politik) mengeluarkan seruan untuk BDS.
Bagaimana bisa Tuan Cholil mempromosikan perdamaian dengan menghadiri konferensi semacam itu? itu konferensi Zionis, yang diselenggarakan oleh organisasi internasional terbesar yang mempromosikan politik Zionis dan secara tidak kritis mendukung kebijakan Israel. Tidak ada warga Palestina yang berpartisipasi dalam konferensi itu dan konferensi itu pun bukan tentang perdamaian. Jadi, bahkan jika Tuan Cholil ingin mencoba membuat argumen seperti itu dengan mengabaikan seruan Palestina, argumen itu tak akan berpengaruh apa-apa.
Siapa pun yang ingin mempromosikan perdamaian harus memfokuskan upaya mereka kepada tuntutan pertanggungjawaban Israel atas kebijakan dan praktiknya yang menghalangi upaya apa pun menuju perdamaian. Kita tidak bisa berdamai dengan pendudukan, pemukim kolonial, rasisme, dan apartheid. Kita harus bekerja untuk mengakhiri semua itu sebelum berbicara tentang membuat perdamaian.
Juga ada alasan bahwa AJC bukan bagian dari Pemerintah Israel?
Meskipun secara resmi terdaftar sebagai organisasi non-pemerintah, AJC menawarkan akses yang tak tertandingi bagi pejabat pemerintahan, diplomat, dan para pemimpin dunia yang ia manfaatkan untuk mengadvokasi Israel. Sebuah organisasi yang terlibat dalam kebijakan ilegal dan tak manusiawi Israel seharusnya diboikot. Meskipun AJC bukanlah pemerintah Israel, sebagian besar pekerjaannya ditujukan untuk mendukung dan membela Israel tanpa reserve, sehingga memperkuat Israel untuk melanjutkan penindasannya terhadap rakyat Palestina. Tidak ada alasan untuk berpartisipasi dalam konferensi seperti itu jika Anda mengaku peduli dengan persamaan, hak asasi manusia, dan keadilan bagi Palestina.
Mengapa gerakan BDS menilai bahwa membicarakan perdamaian dan toleransi dengan Israel atau entitas pendukungnya adalah sesuatu yang sia-sia?
Anda tidak dapat berbicara tentang perdamaian tanpa berbicara tentang keadilan terlebih dahulu. Semua orang bilang, mereka menginginkan perdamaian tapi perdamaian seperti apa? Apakah itu perdamaian ketika Palestina diminta menerima penumpasan terus menerus? Perdamaian seperti itu tidak boleh diterima oleh siapa pun.
Keadilan harus melibatkan pengakhiran kebijakan dan praktik tak manusiawi Israel, yang sebagiannya telah saya sebutkan. Keadilan harus melibatkan penghormatan atas hak asasi manusia Palestina, termasuk hak kami untuk diperlakukan setara.
Israel selalu ingin berbicara tentang perdamaian, tapi tidak ingin berbicara tentang penghormatan atas hak-hak Palestina akan kebebasan, martabat, dan kesetaraan.
Kami telah mencobanya selama berdekade-dekade. Kami telah memberikan segalanya kepada Israel, bahkan mengawasi bangsa kami sendiri demi menjaga keamanan penjajah kami. Tapi, kami tidak mendapat balasan apa pun, selain keberlanjutan perampasan tanah dan sumber daya kami (dengan kedok “proses perdamaian”) dan terus berlanjutnya penindasan.[dm]

Subscribe to receive free email updates: